Perubahan Iklim Menjadi Fokus Kebijakan Internasional Dalam beberapa dekade terakhir, perubahan iklim telah beralih dari isu ilmiah menjadi salah satu topik terpenting dalam agenda kebijakan global. Dampaknya yang luas—mulai dari peningkatan suhu bumi, mencairnya es di kutub, naiknya permukaan air laut, hingga cuaca ekstrem—telah membuat banyak negara menyadari bahwa krisis iklim bukan hanya tantangan lingkungan, tetapi juga ancaman nyata terhadap stabilitas ekonomi, kesehatan publik, keamanan nasional, dan keadilan sosial.
Kini, perubahan iklim menjadi fokus utama dalam diplomasi internasional, perjanjian multilateral, serta strategi pembangunan jangka panjang di berbagai belahan dunia. Kebijakan luar negeri negara-negara besar pun tak lagi bisa dilepaskan dari agenda iklim.
Kenapa Perubahan Iklim Jadi Prioritas Global?
1. Skala Dampak yang Mendunia
Tidak seperti konflik politik atau krisis ekonomi yang bisa terlokalisasi, perubahan iklim berdampak lintas batas. Kekeringan di Afrika, kebakaran hutan di Australia, banjir besar di Eropa, hingga gelombang panas di Asia adalah manifestasi nyata dari satu fenomena: bumi yang memanas. Hal ini memaksa negara-negara untuk bekerja sama, karena tak satu pun yang bisa menyelesaikan masalah ini sendirian.
2. Tekanan Ilmiah dan Data Empiris
Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) secara konsisten menunjukkan bahwa dunia berada di jalur yang berbahaya jika tidak segera mengurangi emisi karbon secara drastis. Data ilmiah menjadi dasar utama kebijakan internasional, terutama karena banyak efek perubahan iklim bersifat jangka panjang namun tidak bisa dihindari jika dibiarkan.
3. Desakan Publik dan Gerakan Sosial
Generasi muda, melalui gerakan seperti Fridays for Future, telah mendesak pemerintah dan perusahaan untuk bertindak nyata. Tekanan sosial ini membuat iklim menjadi isu yang tak bisa lagi diabaikan oleh para pembuat kebijakan.
Komitmen Global dalam Menghadapi Perubahan Iklim
1. Perjanjian Paris 2015
Perjanjian Paris merupakan tonggak penting dalam kebijakan iklim internasional. Hampir seluruh negara di dunia berkomitmen untuk menjaga kenaikan suhu global di bawah 2°C—dan sebaiknya tidak lebih dari 1,5°C—dibandingkan dengan era pra-industri. Negara-negara peserta menyepakati Nationally Determined Contributions (NDC) yang harus diperbarui setiap lima tahun.
2. Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP)
Setiap tahun, negara-negara anggota berkumpul dalam Conference of the Parties (COP) untuk menilai kemajuan, memperkuat komitmen, dan merundingkan pendanaan serta mekanisme kerja sama. Misalnya, pada COP28 di Dubai (2023), lebih dari 100 negara berkomitmen untuk mempercepat transisi energi dan mengurangi konsumsi bahan bakar fosil secara bertahap.
3. Agenda Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)
Tujuan ke-13 dari Sustainable Development Goals (SDGs) adalah “Mengambil tindakan mendesak untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya”. Hal ini menunjukkan bagaimana iklim menjadi elemen sentral dalam pembangunan global, bukan hanya sekadar isu lingkungan.
Peran Negara dan Blok Regional
1. Uni Eropa (UE)
UE memimpin dalam regulasi iklim dengan paket kebijakan European Green Deal, yang menargetkan netral karbon pada 2050. UE juga memperkenalkan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM), yang memajaki impor dari negara dengan standar iklim rendah, sehingga mempengaruhi kebijakan iklim global secara tidak langsung.
2. Amerika Serikat
Setelah kembali ke Perjanjian Paris di bawah pemerintahan Joe Biden, AS meluncurkan Inflation Reduction Act—sebuah paket iklim terbesar dalam sejarahnya, dengan pendanaan lebih dari $370 miliar untuk energi bersih dan pengurangan emisi.
3. Tiongkok
Sebagai penghasil emisi karbon terbesar, Tiongkok juga mengambil langkah penting, meski perlahan. Mereka menargetkan puncak emisi sebelum 2030 dan netralitas karbon pada 2060. Investasi besar dalam energi terbarukan dan kendaraan listrik menjadi bukti komitmen mereka.
4. Negara Berkembang dan Global Selatan
Banyak negara berkembang menghadapi tantangan ganda: mereka paling rentan terhadap dampak perubahan iklim, namun kontribusi mereka terhadap emisi global relatif kecil. Karena itu, keadilan iklim menjadi fokus utama dalam diplomasi mereka. Mereka mendorong pendanaan iklim yang adil, transfer teknologi, dan kompensasi atas kerusakan lingkungan (loss and damage).
Tantangan dalam Implementasi Kebijakan Iklim
1. Ketimpangan Ekonomi
Negara kaya memiliki kapasitas finansial dan teknologi untuk mengurangi emisi, sementara negara miskin sering kali bergantung pada sektor intensif karbon seperti pertambangan dan agrikultur. Tanpa dukungan internasional, transisi mereka akan lebih sulit.
2. Ketergantungan pada Energi Fosil
Meskipun energi terbarukan berkembang pesat, banyak negara—termasuk produsen minyak dan gas—masih sangat tergantung pada bahan bakar fosil, baik sebagai sumber energi maupun pendapatan.
3. Politik Domestik
Kebijakan iklim sering terhambat oleh dinamika politik dalam negeri. Misalnya, perubahan pemerintahan bisa membalikkan arah kebijakan, seperti yang terjadi di Amerika Serikat antara era Trump dan Biden.
4. Greenwashing dan Kurangnya Transparansi
Beberapa perusahaan dan negara kerap menyatakan komitmen hijau yang ambisius, namun tidak disertai dengan aksi nyata atau justru menutupinya dengan praktik greenwashing.
Solusi dan Pendekatan Terintegrasi
1. Pendanaan Iklim Internasional
Dana Iklim Hijau (Green Climate Fund) dan mekanisme pembiayaan lain seperti Loss and Damage Fund menjadi cara untuk mendukung negara berkembang dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
2. Kebijakan Transisi yang Adil (Just Transition)
Pendekatan ini memastikan bahwa transisi ke ekonomi rendah karbon tidak mengorbankan pekerja dan masyarakat miskin. Hal ini mencakup pelatihan ulang tenaga kerja, investasi di komunitas terdampak, dan perlindungan sosial.
3. Kolaborasi Multisektor
Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, masyarakat sipil, dan akademisi sangat penting untuk mempercepat solusi iklim. Inisiatif seperti Race to Zero dan Science-Based Targets mengajak perusahaan dan kota-kota besar untuk terlibat aktif dalam aksi iklim.
Masa Depan Kebijakan Iklim Global
Dunia saat ini berada pada titik kritis. Dekade 2020-an disebut sebagai “dekade penentu” karena keputusan yang diambil sekarang akan menentukan apakah umat manusia bisa menjaga suhu bumi tetap stabil. Kebijakan iklim global akan terus menjadi perhatian utama, dan ke depan, integrasi antara iklim dengan isu-isu lain seperti kesehatan, pangan, migrasi, dan perdamaian akan semakin kuat.
Negosiasi iklim bukan lagi sekadar urusan kementerian lingkungan, tetapi menjadi urusan kepala negara, menteri keuangan, pertahanan, dan bahkan perdagangan. Iklim kini bukan hanya isu alam, tapi isu peradaban.
Kesimpulan
Perubahan iklim telah menjelma menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi umat manusia. Namun, ia juga membuka peluang untuk membangun masa depan yang lebih adil, bersih, dan berkelanjutan. Dengan menjadikannya sebagai fokus utama kebijakan internasional, dunia menunjukkan bahwa kerja sama global masih mungkin—bahwa meskipun kita berbeda-beda, kita tetap berbagi satu bumi.
Kunci keberhasilan ke depan terletak pada keberanian untuk bertindak, solidaritas antarbangsa, dan komitmen yang tidak hanya tertulis di atas kertas, tetapi nyata dalam pelaksanaannya. Karena bumi tidak bisa menunggu lebih lama lagi.